Padahal study tour sudah berlangsung sangat lama dan pada dasarnya bermanfaat bagi anak didik dalam menambah wawasan sambil memuhi kebutuhan refreshing. Programnya tidak mubadzir, yang keliru adalah penyimpangan pada tataran pelaksanaan, dengan menjadikan study tour ataupun wisuda/ kelulusan sebagai ajang adu gengsi berbiaya besar, diluar kemampuan ortu siswa dalam situasi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja..
Pun pada program penyaluran anak nakal di Barak Militer, masih terkesan sebagai ide baik yang gurung gusuh tanpa pelibatan stakeholder lain seperti Sekolah, Dinas Pendidikan, bahkan DPRD yang terlibat dalam pembahasan anggaran.
Lalu jika ada pihak yang tidak sepemikiran dengan KDM ataupun mengkrtitisi, meskipun pihak tersebut bicara dengan basis teori ilmiah akademik, para pemuja KDM meresponnya dengan persekusi dan stereotif. Seakan mengulang fenomena Buzzer di Pilpres lampau yang dibumbui proxy war cebong lawan kampret.
Belum lagi jika jika kita memperhatikan issue Vasektomi bagi kepala rumah tangga miskin dan adu omong KDM versus pemudi bernama Aura, yang mengusung tema awal soal penggusuran bangunan liar di pinggir kali, lalu digeser ke tema lain terkait larangan wisuda.