Ket : Usulan Perubahan Raperda perihal RTRW Karawang Banyak Menuai Kritikan.
Karawang,suratberita.id – Usulan Perubahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perihal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang tahun 2011-2031 banyak menuai kritikan dari beberapa kalangan masyarakat saat ini dan jadi berita hangat diseantero Karawang.
Novi Nur Agustianti M.Pd. Sekretaris REPDEM – Relawan Perjuangan Demokrasi Karawang Bertemu Engkos Sekretaris SEPETAK (Serikat Pekerja Tani Karawang), Dalam pertemuan itu sambil berbincang Santai ingin mengetahui saran dan masukan dari masyarakat mengenai hal tersebut.
Dalam Obrolan santai Engkos mengatakan, Pemahaman mengenai praktik tata ruang, khususnya dalam pembuatan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) suatu kota, dapat dilihat dengan cara bagaimana ruang-ruang itu dikonstruksi dan diperebutkan oleh tiap-tiap aktor berdasarkan kepentingannya yang diwujudkan dalam pendirian bangunan, jaringan transportasi, taman, ruang terbuka hijau, dan sebagainya. Aktor-aktor di sini mencakup promotor dan broker subordinat kongsi bisnis tertentu yang pada umumnya mengadaptasikan diri pada pencapaian keuntungan dari praktik pembebasan lahan.
Proses mengonstruksi ruang itu erat kaitannya dengan relasi kuasa antar aktor yang berada dalam tarikan pendulum dan kontinuitas konflik-kontestasi.
Engkos mengatakan pula, raperda ini terkesan terburu-buru dan ada kepentingan besar dari sekelompok kecil pengusaha maupun investor yang akan membuka industri di daerah Karawang.
”Jangan sampai dengan meloloskan raperda ini demi kepentingan pengusaha kelas kakap dengan membuka kran besar untuk sektor industri besar, namun akan membawa dampak buruk bagi masyarakat Karawang itu sendiri,” ujar Engkos, Rabu (14/04/2021).
Dalam Obrolan Santai itu Novi menanyakan, Bagaimana nasib lahan hijau, lahan pertanian, maupun pertambakan yang selama ini menopang ketahanan pangan, hingga sudah mampu mengangkat nama kabupaten Karawang sebagai lumbung pangan nasional, ujar Novi.
Dia mengatakan, “perlu pendalaman yang melibatkan banyak pihak, analisa sosialnya gimana, kajian akademisnya seperti apa, Jangan sampai adanya raperda yang menabrak aturan.”
”Harus juga mempertimbangan harmonisasi dengan peraturan di atasnya, konsistensi dan korelasinya seperti apa. Apabila tetap dipaksakan akan berdampak luas dan yang akan dirugikan masyarakat Karawang,” tandasnya.
”Harusnya ya mikir ini gimana nasib masyarakat Karawang ketika mereka berjuang melawan pandemi covid-19 saat ini,” imbuhnya.
Entah sudah berapa ratus hektar para mafia tanah menjual lahan garapan dengan status tanah hutan di Ciampel kepada spekulan dan pengusaha. Sedangkan lahan tersebut secara fisik sedang dikelola dan dalam penguasaan masyarakat. Lahan tersebutlah yang menjadi objek konflik agraria antara masyarakat dengan kehutanan, ujar Engkos.
Hingga saat ini masyarakat masih memperjuangkan hak atas tanahnya tersebut yang diklaim kehutanan sejak tahun 70 an. Tuntutan masyarakat (pekerja tani) atas tanahnya adalah bagaimana negara mengakui hak para pekerja tani tersebut dengan memberikan beban hak secara absolut berupa SHM.
Tentu saja aktor-aktor (mafia tanah) akan sangat resisten (menentang) terhadap perjuangan para pekerja tani tersebut. Sebab, bila beban hak diberikan kepada pekerja tani, maka mereka (para aktor/mafia tanah) harus mempertanggungjawabkankannya dihadapan pengusaha (pembeli tanah) tersebut karena mereka akan diketahui menjual tanah milik pihak lain sebagai pemegang hak atas tanah sesungguhnya.
Itulah yang menyebabkan para mafia tanah akan mati-matian mendukung kehutanan (status kawasan hutan) agar objek konflik tersebut tidak sampai jatuh kepangkuan masyarakat.
Tetapi terdapat tindakan inkinsistensi dari para mafia tanah. Satu sisi mereka memberikan dukungan kepada kehutanan mengenai status kawasan hutan, namun para mafia tanah juga turut aktif mendorong pelepasan kawasan hutan kepada pihak swasta yang sebelumnya sudah membeli tanah dari para mereka sebagaimana tersebut di atas. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa para mafia tanah tidak akan melewatkan kesempatan pembebasan lahan pengganti (ruislagh) di daerah lain.
Untuk mendukung kepentingannya itu maka para mafia tanah akan terlibat aktif (intervensif) dalam proses perumusan perubahan Tata Ruang.
David Harvey dalam bukunya “Imperialisme Baru, Genealogi dan Logika Kapitalisme Kontemporer” menyinggung, bahwa kekuasaan negara dan akumulasi kapital bersinergi dalam penciptaan ekonomi ruang (space economy).
Konteks di atas merupakan gambaran dari ruang yang sarat dengan kepentingan kapital meski harus merampas hak rakyat. Bila perlawanan rakyat muncul di tengah polemik tata ruang maka itu perlawanan yang, dalam kerangka dialektik dan historis, menurut James Scott: perlawanan kaum pekerja tani terjadi ketika basis dari ekonomi lokal desa yang merupakan hak desa secara kolektif di langgar.
(Buddy).